BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya-karya Marx
telah banyak menjadi acuan para cendekiawan untuk melihat pemikirannya dari
berbagai perspektif. Munculnya mazhab-mazhab pasca Marx juga menandai bahwa
pemikiran Marx tetap menarik dikaji sebagai ilmu pengetahuan dan juga sebagai
ideologi yang
banyak melakukan perubahan diberbagai bidang. Marx sejak pertama muncul dengan
pemikiran Materialisme Historis dan Materialisme Dialektis.
Seperti telah
dimaklumi bahwa filsafat sebagai induk dari segala ilmu mencoba memberi jawaban
secara mendasar(radix)atas pertanyaan-pertanyaan dan persoalan yang melingkupi
manusia. Maka dalam bahasan ini menampilkan Karl Marx sebagai titik sentral
studi kefilsafatan dianggap cukup relevan, karena diakui bahwa Karl Marx adalah
salah seorang filosof yang besar di zamannya, kritik terhadap filsafat dan ahli
filsafat di kategorikan paling tajam di awal abad kesembilan belas.[1]
Pendek kata,
Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen dari
kepentingan jangka pendek bagi berbagai golongan sektoral,nasional, dan
lain-lain. Oleh karena itu, marxisme bertentangan dengan oportunisme politik,
yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh kelas pekerja demi tuntutan
sektoral dan atau jangka pendek. Marx telah melakukan renungan yang serius dan
tidak sekedar menulis berdasarkan romantisme intelektualitas. Dia benar-benar
menggunakan kapasitas otaknya untuk brfilsafat menganalisis kehidupan,terutama
tentang kritikannya tentang ekonomi-politik. Maka teori Marxisme tersebut
secara objektif ternyata menjatuhkan pilihan pada kaum buruh sebagai sudut
pandangnya.[2]
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
asumsi-asumsi dari Teori Negara Marxis?
2.
Bagaimana
keterkaitan Negara dan Kelas?
3.
Bagaiman model
ideal dan real dalam pandangan negara Marxis?
4.
Bagaimana
modifikasi teori Negara Marxis (Neo-Marxis)?
5.
Apa yang dimaksud
dengan Dependency, independency,and interdependency Theory dalam Teori
Neo-Marxis?
C. Tujuan dan Manfaat
1.
Mengetahui
tentang asumsi-asumsi dari Teori Negara Marxis
2.
Mengetahui
bagaimana keterkaitan antara Negara dan Kelas.
3.
Mengetahui apa
saja model ideal dan real dalam pandangan negara Marxis.
4.
Memahami konsep
modifikasi teori Neo-Marxis.
5.
Memahami lebih
rinci mengenai Dependency, independency, dan interdependency theory dalam Teori
Neo-Marxis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asumsi-Asumsi Teori Negara
Marxis
Pandangan Marxisme tentang Negara merupakan antitesa dari
pandangan liberalisme tentang Negara yang menganggap Negara adalah kontrak
sosial untuk perdamaian. Basis analisis marxisme adalah materialisme dialektika
historis atau dengan kata lain berdasarkan kenyataan material yang berkembang
melalui proses historis. Karena itu marxisme melihat bahwa perdamaian akan ada
ketika Negara lenyap. Tahapan ini oleh marxisme disebut sebagai tahapan
masyarakat komunis.
Konsep sejarah Marx ( Materialisme Dialektika Historis,
sebenarnya berasal dari kritikannya terhadap dialektika Hegel yang bersifat
idealis. Hegel memahami sejarah sebagai gerak kearah rasionalitas dan
kebebasan. Roh semesta berada di belakang sejarah dan ia mendapatkan
objektivitas di dalamnya. Hegel berbicara tentang roh objektif, roh sebagaimana
ia mengungkapkan diri dalam kebudayaan-kebudayaan, dalam moralitas-moralitas
bangsa-bangsa, dan istitusi-institusi. Jadi materi dalam pandangan Marx adalah
bagaimana cara manusia menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Cara produksi terdiri dari hubungan-hubungan produksi (hubungan kerjasama atau
pembagian kerja antara manusia yang terlibat proses produksi) dan tenaga-tenaga
produktif (kekuatan-kekuatan alam yang terdiri dari alat-alat kerja, manusia
dengan kecakapan masing-masing, dan pengalaman-pengalaman dalam produksi
(teknologi).
Menurut seorang Marxis, Mao Tse Tsung, perkembangan atau
gerak dari materi adalah bersifat dialektis, yang digambarkannya dalam
“kontradiksi”. Mao Tse-Tsung mengatakan,
“Hukum kontradiksi di dalam hal ihwal, yaitu
hukum kesatuan dari hal-hal yang berlawanan merupakan hukum terpokok dari
dialektika materialis. Kontradiksi intern selalu ditemukan dalam setiap
realitas karena itulah timbul gerak dan perkembangan realitas. Kontradiksi di
dalam realistas inilah yang menjadi sebab fundanmental dari perkembangannya,
sedangkan kesaling hubungan dan kesaling berpengaruhnya dalam realitas yang
lain merupakan sebab sekunder ” .
Menurut pandangan dialektika materialis, perubahan-perubahan
alam terutama disebabkan oleh berbagai perkembangan kontradiksi internal dalam
alam itu sendiri. Perubahan-perubahan masyarakat pun terjadi karena adanya
perkembangan-perkembangan kontradiksi internal dalam masyarakat itu sendiri,
yaitu kontradiksi antara tenaga-tenaga produktif dengan hubungan-hubungan
produktif dengan hubungan-hubungan produksi, dengan yang lama.
Perkembangan-perkembangan kontradiksi inilah yang mendorong proses perubahan
masyarakat lama menjadi masyarakat baru.[3]
Marxisme adalah suatu pandangan dunia yang lengkap
menyeluruh. Dinyatakan secara ringkas, ia adalah metrialisme masa kini, pada
waktu sekarang merupakan taraf tertinggi di dalam perkembangan pandangan itu
atas dunia yang dasar-dasarnya diletakkan di Greek kuno oleh Democritus dan
sebagian lagi oleh pemikir lonian yang mendahalui filsuf itu. Yang dikenal
sebagai hylozoisme tidak lain dan
tidak bukan adalah materialisme naif. Penghargaan utama pada perkembangan
materialisme masa kini tidak disangsikan lagi mesti diberikan pada Karl Marx
dan temannya Frederick Engels. Aspek-aspek historis dan ekonomis dari pandang
hidup ini, yakni yang dikenal sebagai materialisme historis dan jumlah
pandangan yang erat berkaitan mengenai tugas-tugas, metode, dan
kategori-kategori ekonomi politik dan mengenai perkembangan ekonomis
masyarakat, teristimewa masyarakat kapitalis, di dalam pokok-pokoknya hampir
seluruhnya adalah karya Marx dan Engels.[4]
Teori historis Marxis juga mengandung sebuah teori
perubahan sosial lewat jalan revolusi. Ciri-ciri struktural dalam kapitalisme
menciptakan antagonisme obyektif di antara kelas fundanmental yang ada di
dalamnya; gerak perkembangan dan operasi sistem kapitalisme itu kemudian akan
menciptakan semacam kesadaran subyektif yang pada puncaknya akan mengarah
kepada sebuah proses revolusioner yang terfokus pada pengambilan kekuasaan
Negara. Gagasan tersebut mengikuti teori Marx dan Engels mengenai asal-usul
Negara. Negara menurut teori itu, baru betul-betul muncul ketika ada pembagian
kerja paling mula-mula yang berlangsung ketika sebuah masyarakat telah sanggup
memproduksi sendiri sebuah surplus dimana beberapa orang akan bisa hidup tanpa
harus memberikan sumbangan secara langsung terhadap produksi
kebutuhan-kebutuhan hidup bagi seluruh masyarakat.
Setelah itu, Negara pada pokoknya akan menjadi sebuah
instrumen untuk melayani kepentingan-kepentingan kelas dominan dalam setiap
sistem sosial. Ungkapan paling terkenal dari sudut pandang ini ialah dalam
pernyataan yang termuat dalam The
Communist Manifesto bahwa ‘ pengelola Negara modern tak lain dari sebuah
panitia yang mengelola urusan-urusan bersama seluruh kaum borjuis’. Pernyataan
ini memang agak melebih-lebihkan pemikiran Marx dan Engels, nemun
mengekspresikan esensi dari teori mereka. Negara, ideologi dominan, sistem
hukum, dan pengelola institusi-institusi lain bergabung untuk melayani
kepentingan-kepentingan kaum borjuis dan untuk menyokong sistem kapitalis.
Jadi, kritik terhadap sistem yang ada meliputi juga kritik terhadap
institusi-institusi politik yang ada karena institusi-institusi ini juga
melayani kepentingan-kepentingan kaum mayoritas besar penduduk.
B. Keterkaitan antara Negara dan Kelas
Karl Marx tatkala dalam tahun 1847 menulis seruannya:
“ Kaum buruh dari semua negeri, kumpulah
menjadi satu!” Dan sesungguhnya! Riwayat duunia belumlah pernah menceritakan
pendapat dari seorang manusia, yang begitu cepat masuknya dalam satu keyakinan
golongan pergaulan-hidup, sebagai pendapatnya kampiun kaum buruh ini. Dari
puluhan menjadi ratusan, dari ratusan menjadi ribuan, dari ribuan menjadi
laksaan, ketian, jutaan.. begitulah jumlah pengikutnya bertambah-tambah. Sebab,
walaupun teori-teorinya ada sangat sukar dan berat untuk kaum yang pandai dan
terang pikiran, tetapi “amatlah ia gampang dimengerti oleh kaum yang tertindas
dan sengsara: kaum melarat pikiran yang berkeluh kesah itu”.
Karl Marx yang dalam
tulisan-tulisannya tidak satu kali mempersoalkan kata asih atau kata cinta,
membeberkan pula faham pertentangan golongan: faham klassenstridj, dan
mengajarkan pula bahwa lepasnya kaum buruh dari nasibnya itu, yalah oleh
perlawanan zonder damai terhadap kaum “burjuis”, satu perlawanan yang tidak
boleh tidak musti terjadi oleh karena
peraturan yang kapitalistis itu adanya. [5]
Marx membagi kelas
sosial menjadi dua bagian yaitu kelas ploletar dan kelas borjuis. Menurut Marx semua sistem ekonomi dan politik telah
dikuasai oleh kelas atas para penguasa negara. Marx menyimpulkan bahwa negara
hanyalah kepanjangan tangan dari kelas atas untuk mengamankan status kekuasaan
mereka.
Elemen umum lainnya dalam konsepsi Marx dan Engels
mengenai perubahan revolusioner berkaitan dengan peran kelas buruh dan peran
sebuah partai politik. Mereka tampaknya menerima begitu saja pandangan bahwa
perkembangan kesadaran kelas akan mengarh, nyaris secara otomatis sebagaimana
yang mereka nyatakan dalam Communist
Manifesto, kearah ‘ organisasi kaum proletarian menjadi sebuah kelas dan
sebagai konsekuesinya menjadi sebuah partai politik’. Dengan kata lain,
implikasinya ialah bahwa kelas proletariat merupakan satu-satunya kelas dalam
artian penuh yang sadar akan dirinya. Pada titik ini, mereka akan berubah
menjadi sebuah partai politik. Jadi, kelas buruh merupakan agen dalam proses
revolusioner dan sebuah partai politik akan menjadi instrumen dalam perjuangan
ini. Namun Marx dan Engels sama sekali tidak menjelaskan secara tegas kapan dan
bagaimana transformasi semacam ini akan berlangsung.
Pemikiran revolusioner Marx dan Engels mengenai
masyarakat melampaui batas-batas konvensional antara fakta dan nilai, dan
antara filsafat, sejarah, ekonomi, sosiologi, dan politik. Sebagai sebuah
penjelasan mengenai perubahan historis, sebuah analisis terhadap dinamika
kapitalisme, dan sebagai sebuah prognosis mengenai peran kelas buruh sebagai
agen untuk mentransendensi sistem kapitalisme, karya Marx dan Engels
mengekspresikan wawasan-wawasan teoritis yang jauh melampaui para pendahulunya.
Juga patut dicatat bahwa ketika dalam karya Critique
of the Gotha Programme (1875), Marx membahas ciri-ciri dari sebuah
masyarakat pasca revolusioner, dia agak lebih berhati-hati terhadap sampai
sejauh mana kemajuan, terutama dalam relasinya dengan kesetaraan, yang akan
bisa tercapai ‘dalam fase pertama masyarakat komunis’. Baru pada fase yang
lebih tinggilah, masyarakat bisa mewujudkan cita-citanya. [6]
C.
Model Ideal dan Real Negara
Marxis
Marxisme melihat Negara bukan sebagai manifestasi dari
perdamaian atau alat untuk mendamaikan. Marxisme melihat Negara sebagai produk
dari kontradiksi kelas dalam masyarakat yang tak terdamaikan. Negara timbul
ketika kontradiksi-kontradiksi kelas secara objektif tidak dapat didamaikan.
Selain itu konsep Negara Marxis tidak mengenal pemisahan kekuasaan seperti yang
dikemukakan John Locke (trias politika).
Konsep Negara Marxis adalah penghapusan
parlementrisme dan institusi borjuasi lainnya (seperti tentara regular
yang digantikan dengan rakyat bersenjata). Untuk ini kaum sosialis belajar dari
pengalaman komune Paris yang mengeluarkan dekrit pertama, penghapusan tentara
regular dan menggantikannya dengan rakyat bersenjata.
Selain berbeda dengan konsep Negara Liberal, konsep
Negara Marxis juga berbeda dengan pandangan Hegel tentang Negara, yang
menganggap Negara merupakan bentuk ide tertinggi dan karena itu tidak mungkin
diatur oleh pandangan manusia. Marxisme melihat bahwa Negara adalah realisasi
dari bentuk keterasingan kegiatan politik manusia. Marxisme juga melihat bahwa
Negara adalah alat dari kelas yang dominan (berkuasa) untuk menindas kelas-kelas
lainnya. Karena itu kemudian dalam Negara ada satuan khusus orang-orang
bersenjata dan penjara yang gunanya tak lain dan tak bukan adalah untuk menjaga
dan mempertahankan kekuasaan yang ada. Negara adalah alat untuk menghisap kelas
tertindas, karena itu selazimnya yang menguasai nagara adalah kelas yang
memiliki dominasi secara ekonomi politik.
Marxisme membongkar selubung-selubung ideal yang
melingkupi konsep Negara liberal dan Negara versi Hegelian. Seperti halnya
filsafat materialisme dialektika historis, yang melihat bahwa kenyataan adalah
sejarah kontradiksi-kontradiksi material, maka Negara menurut Marxisme adalah
alat peredam kontradiksi-kontradiksi tersebut (khususnya kontradiksi kelas).
Karena Negara bukanlah alat perdamaian, maka untuk terciptanya perdamaian
Negara kemudian akan melenyap sejalan dengan melenyapnya kontradiksi kelas. Ini
terjadi setelah melewati fase transisi, yaitu Negara sosialisme (kediktatoran
proletariat). Masyarakat ketika Negara melenyap disebut Marx sebagai masyarakat
komunis atau merupakan tahapan tahap tertinggi dari tahap-tahap ekonomi (proses
produksi) msyarakat. Dalam tahap inilah kehidupan berjalan menjadi
“masing-masing memberi menurut kemampuannya, masing-masing menerima menurut
kebutuhannya.
Proses melenyapnya Negara melalui revolusi dengan
kekerasan, yaitu kelas buruh menjadi kelas yang berkuasa. Kelas buruh dan kelas
tertindas lainnya merebut Negara dan mengubah Negara borjuasi menjadi Negara
proletariat dengan sistem kediktatoran proletariat, yaitu proses ekonomi
(proses produksi) dan proses politik (sistem pemerintahan) dikuasai oleh kaum
buruh bersenjata dan dijaga oleh mereka.
“Proletariat akan menggunakan
supremasi politiknya untuk merebut secara paksa, sedikit demi sedikit, seluruh
modal kaum borjuis, memusatkan semua peralatan produksi di tangan Negara, yaitu
kaum proletar yang diorganisasikan sebagai kelas yang berkuasa; dan menambah
jumlah kekuatan-kekuatan produktif secepat mungkin Negara, yaitu kaum proletar
yang diorganisasikan sebagai kelas yang berkuasa, yaitu kediktatoran
proletariat”.
Sesuai
dengan ini Engels juga mengatakan,
“Proletariat merebut kekuasaan
Negara dan pertama-tama mengubah alat-alat produksi menjadi milik Negara.
Tetapi dengan ini ia mengakhiri dirinya sendiri sebagai proletariat, dengan ini
ia mengakhiri segala perbedaan kelas dan antagonisme kelas, dan bersama itu
juga mengakhiri Negara sebagai Negara. Masyarakat yang ada sejak dulu hingga
sekarang yang bergerak dalam antogonisma-antagonisme kelas memerlukan Negara,
yaitu organisasi kelas penghisap untuk mempertahankan syarat-syarat luar
produksinya; artinya terutama untuk mengekang dengan kekerasan kelas-kelas
terhisap dalam syarat-syarat penindasan (perbudakan, perhambaan, dan kerja
upahan) yang ditentukan oleh cara produksi yang sedang berlaku. Negara adalah
wakil resmi seluruh masyarakat, pemusatan masyarakat dalam lembaga yang Nampak,
tetapi Negara yang berupa demikian itu hanya selama ia merupakan Negara dari
kelas yang sendirian pada zamannya mewakili seluruh masyarakat; pada zaman kuno
ia adalah Negara dari kelas yang sendirian pada zamannya mewakili seluruh
masyarakat; pada zaman kuno ia adalah Negara dari warga Negara pemilik budak;
pada Zaman Tengah, Negara dari bangsawan feudal; pada zaman kita, Negara dari
borjuasi. Ketika Negara pada akhirnya sungguh-sungguh manjadi wakil seluruh
masyarakat, ia menjadikan dirinya tidak diperlukan lagi. Segera setelah tidak
ada lagi satu kelas pun dalam masyarakat yang perlu ditindas, segera setelah
lenyapnya, bersama dengan dominasi kelas, bersama dengan perjuangan untuk
eksistensi perorangan yang dilahirkan oleh anarki produksi masa kini… Negara
tidaklah dihapuskan, ia melenyap. Atas dasar ini harus dinilai kata-kata
“Negara rakyat bebas”- kata-kata yang untuk sementara mempunyai hak hidup dalam
hal agitasi, tetapi yang pada akhirnya tidak beralasan secara ilmiah - serta
harus dinilai juga tuntutan apa yang dinamakan kaum anarkis supaya Negara
dihapuskan seketika”.[7]
D.
Modifikasi Teori Negara
Marxis (Neo-Marxis)
Neo-marxis tidak banyak jauh berbeda dari Marxisme yang
diusung oleh Wallerstein, Lenin dan Marx. Perbedaan signifikan sehingga
terdapat label “neo” di awal, hanyalah sebagai simbol kritik terhadap teori
Sistem Dunia Wallerstein dan pandangan kapitalisme Lenin yang menurut Bill Warren
tidak lengkap (incomplete). Bill Warren dengan neo-marxisme berusaha
mengembalikan Marxisme pada pengertian awal tidak semata-mata mengatakan
pandangan buruk Marxisme terhadap kapitalis. Warren menyediakan penjelasan
disertai oleh data dari Bank Dunia bahwa perkembangan negara-negara periphery Wallerstein
tidak bersifat negatif. Jika diperbandingkan dengan kemajuan negara-negara
Eropa pada era kolonialisme dan imperialisme, maka negara dunia ketiga lebih
banyak kemajuannya.
Pandangan Neo-Marxis tidak hanya berupa kritikan terhadap
sistem kapitalisme saja, melainkan menyediakan informasi data statistik
menjelaskan hubungan kapitalisme dan dunia ketiga yang semata-mata tidak selalu
negatif. Pemikiran neo-marxis diwakili oleh dua orang teoris, yakni Bill Warren
dan Justin Rosenberg. Bill Warren mennyediakan penjelasan hubungan kapitalisme
dan dunia ketiga, sementara Justin Rosenberg menjelaskan hubungan dunia ketiga
dan relasi global sosial. Neomarxisme
memberi kritik terhadap perkembangan yang ada dengan menggunakan sudut pandang
marxisme, sekaligus menyusun teori yang menyatakan kontribusi mereka terhadap
perkembangan global. [8]Salah
satu bentuk dari neo-marxisme adalah strukturalisme. Strukturalisme menganggap
bahwa dunia kontemporer didasari oleh sistem kapitalisme global yang
menciptakan kesenjangan dalam hubungan antar Negar. Terdapat beberapa asumsi
dasar dalam strukturalisme, yakni karakteristik hubungan internasional, politik
internasional, aktor utama, anggapan tentang negara, pandangan terhadap kapitalisme,
serta kapitalisme sebagai krisis periodic. Marxisme dan strukturalisme
merupakan perspektif yang diklasifikasikan sebagai ilmu dalam Ekonomi Politik
Internasional dalam Hubungan Internasional. Teori marxisme dianggap telah tidak
relevan, karena teori tersebut telah menjadi aksiomatik yang sumbernya tidak
diingat lagi.
Kapitalisme merupakan
perubahan positif mengakhiri feodalisme di Eropa sekaligus menawarkan tiga hal
penting, yakni akses sumber daya alam lebih besar, akses edukasi dan kesehatan
lebih baik daripada Eropa di abad pertengahan. Secara keseluruhan, meskipun kapitalisme berdampak buruk
secara ekonomi, tetapi Warren menyangkal kapitalisme mengakibatkan kemunduran
secara signifikan.[9]
E.
Dependency, Independency dan Interdependency
Theory
Teori Dependency adalah tubuh ilmu sosial teori
didasarkan pada gagasan bahwa sumber daya mengalir dari "pinggiran"
negara miskin dan terbelakang ke "inti" dari negara-negara kaya,
memperkaya yang terakhir dengan mengorbankan mantan. Ini adalah pertentangan
utama teori ketergantungan yang menyatakan miskin yang miskin dan kaya diperkaya
dengan cara negara-negara miskin terintegrasi ke dalam sistem dunia.
Teori ini muncul sebagai
reaksi terhadap teori modernisasi, lebih awal teori pembangunan yang menyatakan
bahwa semua masyarakat maju melalui tahap-tahap pembangunan, daerah tertinggal
yang saat ini justru berada dalam situasi yang mirip dengan area yang
dikembangkan saat ini pada beberapa waktu di masa lalu, dan oleh karena itu
tugas dalam membantu daerah tertinggal keluar dari kemiskinan adalah untuk
mempercepat mereka di sepanjang jalur umum ini seharusnya pembangunan, dengan
berbagai cara seperti investasi, transfer teknologi, dan lebih dekat integrasi
ke pasar dunia. Teori
ketergantungan menolak pandangan ini, dengan alasan bahwa negara-negara
terbelakang tidak hanya versi primitif negara maju, tetapi memiliki fitur yang
unik dan struktur mereka sendiri, dan yang penting, berada dalam situasi yang
menjadi anggota yang lebih lemah dalam ekonomi pasar dunia.
Teori independency dapat berarti bebas, merdeka, atau
berdiri sendiri. Independen merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi yang
kegiatannya tidak terpengaruh/ter-intervensi oleh pihak manapun yang tetap
memengang amanat konstitusi dan semangat pancasila. Independen mempunyai
perertanggungjawaban dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi
yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang
konstruktif.
Teori Interdependensi merupakan bagian dari skala yang
lebih besar dari teori pertukaran sosial. Teori pertukaran sosial melihat
bagaimana orang-orang bertukar biaya dalam suatu hubungan. Teori
Interdependensi mengambil langkah lain lebih lanjut dan menunjukkan bagaimana
penghargaan ini dan biaya berkolaborasi dengan harapan masyarakat 'hubungan
interpersonal. Teori ini berasal dari ide bahwa kedekatan adalah kunci untuk
semua hubungan, orang berkomunikasi menjadi lebih dekat satu sama lain. Teori
ini menyatakan bahwa ada imbalan dan biaya untuk hubungan apapun dan bahwa
orang mencoba untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan biaya.[10]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut pemikiran Marx,
basis analisis marxisme
adalah materialisme dialektika historis atau dengan kata lain berdasarkan
kenyataan material yang berkembang melalui proses historis. Karena itu marxisme
melihat bahwa perdamaian akan ada ketika Negara lenyap. Tahapan ini oleh
marxisme disebut sebagai tahapan masyarakat komunis.
Teori Negara Marxis
merupakan alat dari sebuah kelas yang berkuasa. Negara bukanlah lembaga diatas
masyarakat yang mengatur masyarakat dengan adil,tapi sebagai alat dalam tangan
kelas-kelas atas untuk menjalankan kekuasaan mereka.
Adanya unsur pandangan yang baru
yaitu Neo-Marxis
tidak hanya berupa kritikan terhadap sistem kapitalisme saja, melainkan
menyediakan informasi data statistik menjelaskan hubungan kapitalisme dan dunia
ketiga yang semata-mata tidak selalu negatif.
B. Saran
Kami rasa dalam
penulisan dan penyusunan makalah Teori Negara Marxis ini jauh dari kata
sempurna. Namun, setelah penulis mengambil simpulan
diatas maka penulis dapat menyampaikan kepada
semua pembaca khususnya mahasiswa Ilmu Politik, dapat mengetahui jika dalam tentang Teori
Negara Marxis. Semoga
pembaca dapat mengambil hikmah dari penulisan makalah ini. Harapan penulis
makalah sederhana ini dapat membawa manfaat dan barokah kepada pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ebyhara, Abu Bakar. Pengantar
Ilmu Politik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2010).
G. V.
Plekhanov, Masalah-Masalah Dasar Marxisme
(Yogyakarta: Hasta Mitra, 2012).
Harsa Permata, “Filsafat dan Konsep Negara
Marxisme” . Jurnal Filsafat. Vol. 21 No. 3 Des 2011.
http://duniaduniasemu.blogspot.co.id/2014/12/konsep-negara-marxis.html
diakses Kamis, 5 April 2018.
http://mohammad-rizal-ilham-surur-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-136084-SOH201
diakses Kamis, 5 April 2018.
https://pedagos.wordpress.com/2013/03/03/marxisme-dan-neo-marxisme-2/
diakses Kamis, 5 April 2018.
Ir.
Soekarno, Nasionalisme Islamisme Marxisme
(Bandung: Sega Arsy, 2015).
Michael
Newman, Sosialisme Abad 21
(Yogyakarta: Resist book).
Ramly, Andi Muawiyah. Peta
Pemikiran Karl Marx, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2000).
[3] Harsa Permata, “Filsafat dan Konsep
Negara Marxisme” . Jurnal Filsafat. Vol. 21 No. 3 Des 2011, 202-206.
[4] G. V.
Plekhanov, Masalah-Masalah Dasar Marxisme
(Yogyakarta: Hasta Mitra, 2012) hlm. 1.
[5] Ir.
Soekarno, Nasionalisme Islamisme Marxisme
(Bandung: Sega Arsy, 2015) hlm. 34.
[6]
Michael Newman, Sosialisme Abad 21
(Yogyakarta: Resist book) hlm. 44-45.
[7] Harsa Permata, “Filsafat dan Konsep Negara
Marxisme” . Jurnal Filsafat. Vol. 21 No. 3 Des 2011, 208-212.
[8] https://pedagos.wordpress.com/2013/03/03/marxisme-dan-neo-marxisme-2/
diakses Kamis, 5 April 2018.
[9] http://mohammad-rizal-ilham-surur-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-136084-SOH201
diakses Kamis, 5 April 2018.
[10] http://duniaduniasemu.blogspot.co.id/2014/12/konsep-negara-marxis.html
diakses Kamis, 5 April 2018.
ijin copy untuk artikelnya ya kak
ReplyDeletewe are who we are