Saturday, July 7, 2018

TEORI NEGARA MARXIS


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Karya-karya Marx telah banyak menjadi acuan para cendekiawan untuk melihat pemikirannya dari berbagai perspektif. Munculnya mazhab-mazhab pasca Marx juga menandai bahwa pemikiran Marx tetap menarik dikaji sebagai ilmu pengetahuan dan juga sebagai ideologi yang banyak melakukan perubahan diberbagai bidang. Marx sejak pertama muncul dengan pemikiran Materialisme Historis dan Materialisme Dialektis.
Seperti telah dimaklumi bahwa filsafat sebagai induk dari segala ilmu mencoba memberi jawaban secara mendasar(radix)atas pertanyaan-pertanyaan dan persoalan yang melingkupi manusia. Maka dalam bahasan ini menampilkan Karl Marx sebagai titik sentral studi kefilsafatan dianggap cukup relevan, karena diakui bahwa Karl Marx adalah salah seorang filosof yang besar di zamannya, kritik terhadap filsafat dan ahli filsafat di kategorikan paling tajam di awal abad kesembilan belas.[1]
Pendek kata, Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen dari kepentingan jangka pendek bagi berbagai golongan sektoral,nasional, dan lain-lain. Oleh karena itu, marxisme bertentangan dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh kelas pekerja demi tuntutan sektoral dan atau jangka pendek. Marx telah melakukan renungan yang serius dan tidak sekedar menulis berdasarkan romantisme intelektualitas. Dia benar-benar menggunakan kapasitas otaknya untuk brfilsafat menganalisis kehidupan,terutama tentang kritikannya tentang ekonomi-politik. Maka teori Marxisme tersebut secara objektif ternyata menjatuhkan pilihan pada kaum buruh sebagai sudut pandangnya.[2]


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asumsi-asumsi dari Teori Negara Marxis?
2.      Bagaimana keterkaitan Negara dan Kelas?
3.      Bagaiman model ideal dan real dalam pandangan negara Marxis?
4.      Bagaimana modifikasi teori Negara Marxis (Neo-Marxis)?
5.      Apa yang dimaksud dengan Dependency, independency,and interdependency Theory dalam Teori Neo-Marxis?
C.     Tujuan dan Manfaat
1.      Mengetahui tentang asumsi-asumsi dari Teori Negara Marxis
2.      Mengetahui bagaimana keterkaitan antara Negara dan Kelas.
3.      Mengetahui apa saja model ideal dan real dalam pandangan negara Marxis.
4.      Memahami konsep modifikasi teori Neo-Marxis.
5.      Memahami lebih rinci mengenai Dependency, independency, dan interdependency theory dalam Teori Neo-Marxis.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Asumsi-Asumsi Teori Negara Marxis
Pandangan Marxisme tentang Negara merupakan antitesa dari pandangan liberalisme tentang Negara yang menganggap Negara adalah kontrak sosial untuk perdamaian. Basis analisis marxisme adalah materialisme dialektika historis atau dengan kata lain berdasarkan kenyataan material yang berkembang melalui proses historis. Karena itu marxisme melihat bahwa perdamaian akan ada ketika Negara lenyap. Tahapan ini oleh marxisme disebut sebagai tahapan masyarakat komunis.
Konsep sejarah Marx ( Materialisme Dialektika Historis, sebenarnya berasal dari kritikannya terhadap dialektika Hegel yang bersifat idealis. Hegel memahami sejarah sebagai gerak kearah rasionalitas dan kebebasan. Roh semesta berada di belakang sejarah dan ia mendapatkan objektivitas di dalamnya. Hegel berbicara tentang roh objektif, roh sebagaimana ia mengungkapkan diri dalam kebudayaan-kebudayaan, dalam moralitas-moralitas bangsa-bangsa, dan istitusi-institusi. Jadi materi dalam pandangan Marx adalah bagaimana cara manusia menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Cara produksi terdiri dari hubungan-hubungan produksi (hubungan kerjasama atau pembagian kerja antara manusia yang terlibat proses produksi) dan tenaga-tenaga produktif (kekuatan-kekuatan alam yang terdiri dari alat-alat kerja, manusia dengan kecakapan masing-masing, dan pengalaman-pengalaman dalam produksi (teknologi).
Menurut seorang Marxis, Mao Tse Tsung, perkembangan atau gerak dari materi adalah bersifat dialektis, yang digambarkannya dalam “kontradiksi”. Mao Tse-Tsung mengatakan,
“Hukum kontradiksi di dalam hal ihwal, yaitu hukum kesatuan dari hal-hal yang berlawanan merupakan hukum terpokok dari dialektika materialis. Kontradiksi intern selalu ditemukan dalam setiap realitas karena itulah timbul gerak dan perkembangan realitas. Kontradiksi di dalam realistas inilah yang menjadi sebab fundanmental dari perkembangannya, sedangkan kesaling hubungan dan kesaling berpengaruhnya dalam realitas yang lain merupakan sebab sekunder ” .
Menurut pandangan dialektika materialis, perubahan-perubahan alam terutama disebabkan oleh berbagai perkembangan kontradiksi internal dalam alam itu sendiri. Perubahan-perubahan masyarakat pun terjadi karena adanya perkembangan-perkembangan kontradiksi internal dalam masyarakat itu sendiri, yaitu kontradiksi antara tenaga-tenaga produktif dengan hubungan-hubungan produktif dengan hubungan-hubungan produksi, dengan yang lama. Perkembangan-perkembangan kontradiksi inilah yang mendorong proses perubahan masyarakat lama menjadi masyarakat baru.[3]
Marxisme adalah suatu pandangan dunia yang lengkap menyeluruh. Dinyatakan secara ringkas, ia adalah metrialisme masa kini, pada waktu sekarang merupakan taraf tertinggi di dalam perkembangan pandangan itu atas dunia yang dasar-dasarnya diletakkan di Greek kuno oleh Democritus dan sebagian lagi oleh pemikir lonian yang mendahalui filsuf itu. Yang dikenal sebagai hylozoisme tidak lain dan tidak bukan adalah materialisme naif. Penghargaan utama pada perkembangan materialisme masa kini tidak disangsikan lagi mesti diberikan pada Karl Marx dan temannya Frederick Engels. Aspek-aspek historis dan ekonomis dari pandang hidup ini, yakni yang dikenal sebagai materialisme historis dan jumlah pandangan yang erat berkaitan mengenai tugas-tugas, metode, dan kategori-kategori ekonomi politik dan mengenai perkembangan ekonomis masyarakat, teristimewa masyarakat kapitalis, di dalam pokok-pokoknya hampir seluruhnya adalah karya Marx dan Engels.[4]
Teori historis Marxis juga mengandung sebuah teori perubahan sosial lewat jalan revolusi. Ciri-ciri struktural dalam kapitalisme menciptakan antagonisme obyektif di antara kelas fundanmental yang ada di dalamnya; gerak perkembangan dan operasi sistem kapitalisme itu kemudian akan menciptakan semacam kesadaran subyektif yang pada puncaknya akan mengarah kepada sebuah proses revolusioner yang terfokus pada pengambilan kekuasaan Negara. Gagasan tersebut mengikuti teori Marx dan Engels mengenai asal-usul Negara. Negara menurut teori itu, baru betul-betul muncul ketika ada pembagian kerja paling mula-mula yang berlangsung ketika sebuah masyarakat telah sanggup memproduksi sendiri sebuah surplus dimana beberapa orang akan bisa hidup tanpa harus memberikan sumbangan secara langsung terhadap produksi kebutuhan-kebutuhan hidup bagi seluruh masyarakat.
Setelah itu, Negara pada pokoknya akan menjadi sebuah instrumen untuk melayani kepentingan-kepentingan kelas dominan dalam setiap sistem sosial. Ungkapan paling terkenal dari sudut pandang ini ialah dalam pernyataan yang termuat dalam The Communist Manifesto bahwa ‘ pengelola Negara modern tak lain dari sebuah panitia yang mengelola urusan-urusan bersama seluruh kaum borjuis’. Pernyataan ini memang agak melebih-lebihkan pemikiran Marx dan Engels, nemun mengekspresikan esensi dari teori mereka. Negara, ideologi dominan, sistem hukum, dan pengelola institusi-institusi lain bergabung untuk melayani kepentingan-kepentingan kaum borjuis dan untuk menyokong sistem kapitalis. Jadi, kritik terhadap sistem yang ada meliputi juga kritik terhadap institusi-institusi politik yang ada karena institusi-institusi ini juga melayani kepentingan-kepentingan kaum mayoritas besar penduduk.

B.     Keterkaitan antara Negara dan Kelas
Karl Marx tatkala dalam tahun 1847 menulis seruannya:
“ Kaum buruh dari semua negeri, kumpulah menjadi satu!” Dan sesungguhnya! Riwayat duunia belumlah pernah menceritakan pendapat dari seorang manusia, yang begitu cepat masuknya dalam satu keyakinan golongan pergaulan-hidup, sebagai pendapatnya kampiun kaum buruh ini. Dari puluhan menjadi ratusan, dari ratusan menjadi ribuan, dari ribuan menjadi laksaan, ketian, jutaan.. begitulah jumlah pengikutnya bertambah-tambah. Sebab, walaupun teori-teorinya ada sangat sukar dan berat untuk kaum yang pandai dan terang pikiran, tetapi “amatlah ia gampang dimengerti oleh kaum yang tertindas dan sengsara: kaum melarat pikiran yang berkeluh kesah itu”.
Karl Marx yang dalam tulisan-tulisannya tidak satu kali mempersoalkan kata asih atau kata cinta, membeberkan pula faham pertentangan golongan: faham klassenstridj, dan mengajarkan pula bahwa lepasnya kaum buruh dari nasibnya itu, yalah oleh perlawanan zonder damai terhadap kaum “burjuis”, satu perlawanan yang tidak boleh tidak  musti terjadi oleh karena peraturan yang kapitalistis itu adanya. [5]
Marx membagi kelas sosial menjadi dua bagian yaitu kelas ploletar dan kelas borjuis. Menurut Marx semua sistem ekonomi dan politik telah dikuasai oleh kelas atas para penguasa negara. Marx menyimpulkan bahwa negara hanyalah kepanjangan tangan dari kelas atas untuk mengamankan status kekuasaan mereka.
Elemen umum lainnya dalam konsepsi Marx dan Engels mengenai perubahan revolusioner berkaitan dengan peran kelas buruh dan peran sebuah partai politik. Mereka tampaknya menerima begitu saja pandangan bahwa perkembangan kesadaran kelas akan mengarh, nyaris secara otomatis sebagaimana yang mereka nyatakan dalam Communist Manifesto, kearah ‘ organisasi kaum proletarian menjadi sebuah kelas dan sebagai konsekuesinya menjadi sebuah partai politik’. Dengan kata lain, implikasinya ialah bahwa kelas proletariat merupakan satu-satunya kelas dalam artian penuh yang sadar akan dirinya. Pada titik ini, mereka akan berubah menjadi sebuah partai politik. Jadi, kelas buruh merupakan agen dalam proses revolusioner dan sebuah partai politik akan menjadi instrumen dalam perjuangan ini. Namun Marx dan Engels sama sekali tidak menjelaskan secara tegas kapan dan bagaimana transformasi semacam ini akan berlangsung.
Pemikiran revolusioner Marx dan Engels mengenai masyarakat melampaui batas-batas konvensional antara fakta dan nilai, dan antara filsafat, sejarah, ekonomi, sosiologi, dan politik. Sebagai sebuah penjelasan mengenai perubahan historis, sebuah analisis terhadap dinamika kapitalisme, dan sebagai sebuah prognosis mengenai peran kelas buruh sebagai agen untuk mentransendensi sistem kapitalisme, karya Marx dan Engels mengekspresikan wawasan-wawasan teoritis yang jauh melampaui para pendahulunya. Juga patut dicatat bahwa ketika dalam karya Critique of the Gotha Programme (1875), Marx membahas ciri-ciri dari sebuah masyarakat pasca revolusioner, dia agak lebih berhati-hati terhadap sampai sejauh mana kemajuan, terutama dalam relasinya dengan kesetaraan, yang akan bisa tercapai ‘dalam fase pertama masyarakat komunis’. Baru pada fase yang lebih tinggilah, masyarakat bisa mewujudkan cita-citanya. [6]

C.    Model Ideal dan Real Negara Marxis
Marxisme melihat Negara bukan sebagai manifestasi dari perdamaian atau alat untuk mendamaikan. Marxisme melihat Negara sebagai produk dari kontradiksi kelas dalam masyarakat yang tak terdamaikan. Negara timbul ketika kontradiksi-kontradiksi kelas secara objektif tidak dapat didamaikan. Selain itu konsep Negara Marxis tidak mengenal pemisahan kekuasaan seperti yang dikemukakan John Locke (trias politika). Konsep Negara Marxis adalah penghapusan  parlementrisme dan institusi borjuasi lainnya (seperti tentara regular yang digantikan dengan rakyat bersenjata). Untuk ini kaum sosialis belajar dari pengalaman komune Paris yang mengeluarkan dekrit pertama, penghapusan tentara regular dan menggantikannya dengan rakyat bersenjata.
Selain berbeda dengan konsep Negara Liberal, konsep Negara Marxis juga berbeda dengan pandangan Hegel tentang Negara, yang menganggap Negara merupakan bentuk ide tertinggi dan karena itu tidak mungkin diatur oleh pandangan manusia. Marxisme melihat bahwa Negara adalah realisasi dari bentuk keterasingan kegiatan politik manusia. Marxisme juga melihat bahwa Negara adalah alat dari kelas yang dominan (berkuasa) untuk menindas kelas-kelas lainnya. Karena itu kemudian dalam Negara ada satuan khusus orang-orang bersenjata dan penjara yang gunanya tak lain dan tak bukan adalah untuk menjaga dan mempertahankan kekuasaan yang ada. Negara adalah alat untuk menghisap kelas tertindas, karena itu selazimnya yang menguasai nagara adalah kelas yang memiliki dominasi secara ekonomi politik.
Marxisme membongkar selubung-selubung ideal yang melingkupi konsep Negara liberal dan Negara versi Hegelian. Seperti halnya filsafat materialisme dialektika historis, yang melihat bahwa kenyataan adalah sejarah kontradiksi-kontradiksi material, maka Negara menurut Marxisme adalah alat peredam kontradiksi-kontradiksi tersebut (khususnya kontradiksi kelas). Karena Negara bukanlah alat perdamaian, maka untuk terciptanya perdamaian Negara kemudian akan melenyap sejalan dengan melenyapnya kontradiksi kelas. Ini terjadi setelah melewati fase transisi, yaitu Negara sosialisme (kediktatoran proletariat). Masyarakat ketika Negara melenyap disebut Marx sebagai masyarakat komunis atau merupakan tahapan tahap tertinggi dari tahap-tahap ekonomi (proses produksi) msyarakat. Dalam tahap inilah kehidupan berjalan menjadi “masing-masing memberi menurut kemampuannya, masing-masing menerima menurut kebutuhannya.
Proses melenyapnya Negara melalui revolusi dengan kekerasan, yaitu kelas buruh menjadi kelas yang berkuasa. Kelas buruh dan kelas tertindas lainnya merebut Negara dan mengubah Negara borjuasi menjadi Negara proletariat dengan sistem kediktatoran proletariat, yaitu proses ekonomi (proses produksi) dan proses politik (sistem pemerintahan) dikuasai oleh kaum buruh bersenjata dan dijaga oleh mereka.
Proletariat akan menggunakan supremasi politiknya untuk merebut secara paksa, sedikit demi sedikit, seluruh modal kaum borjuis, memusatkan semua peralatan produksi di tangan Negara, yaitu kaum proletar yang diorganisasikan sebagai kelas yang berkuasa; dan menambah jumlah kekuatan-kekuatan produktif secepat mungkin Negara, yaitu kaum proletar yang diorganisasikan sebagai kelas yang berkuasa, yaitu kediktatoran proletariat”. 

Sesuai dengan ini Engels juga mengatakan,
Proletariat merebut kekuasaan Negara dan pertama-tama mengubah alat-alat produksi menjadi milik Negara. Tetapi dengan ini ia mengakhiri dirinya sendiri sebagai proletariat, dengan ini ia mengakhiri segala perbedaan kelas dan antagonisme kelas, dan bersama itu juga mengakhiri Negara sebagai Negara. Masyarakat yang ada sejak dulu hingga sekarang yang bergerak dalam antogonisma-antagonisme kelas memerlukan Negara, yaitu organisasi kelas penghisap untuk mempertahankan syarat-syarat luar produksinya; artinya terutama untuk mengekang dengan kekerasan kelas-kelas terhisap dalam syarat-syarat penindasan (perbudakan, perhambaan, dan kerja upahan) yang ditentukan oleh cara produksi yang sedang berlaku. Negara adalah wakil resmi seluruh masyarakat, pemusatan masyarakat dalam lembaga yang Nampak, tetapi Negara yang berupa demikian itu hanya selama ia merupakan Negara dari kelas yang sendirian pada zamannya mewakili seluruh masyarakat; pada zaman kuno ia adalah Negara dari kelas yang sendirian pada zamannya mewakili seluruh masyarakat; pada zaman kuno ia adalah Negara dari warga Negara pemilik budak; pada Zaman Tengah, Negara dari bangsawan feudal; pada zaman kita, Negara dari borjuasi. Ketika Negara pada akhirnya sungguh-sungguh manjadi wakil seluruh masyarakat, ia menjadikan dirinya tidak diperlukan lagi. Segera setelah tidak ada lagi satu kelas pun dalam masyarakat yang perlu ditindas, segera setelah lenyapnya, bersama dengan dominasi kelas, bersama dengan perjuangan untuk eksistensi perorangan yang dilahirkan oleh anarki produksi masa kini… Negara tidaklah dihapuskan, ia melenyap. Atas dasar ini harus dinilai kata-kata “Negara rakyat bebas”- kata-kata yang untuk sementara mempunyai hak hidup dalam hal agitasi, tetapi yang pada akhirnya tidak beralasan secara ilmiah - serta harus dinilai juga tuntutan apa yang dinamakan kaum anarkis supaya Negara dihapuskan seketika”.[7]

D.    Modifikasi Teori Negara Marxis (Neo-Marxis)
Neo-marxis tidak banyak jauh berbeda dari Marxisme yang diusung oleh Wallerstein, Lenin dan Marx. Perbedaan signifikan sehingga terdapat label “neo” di awal, hanyalah sebagai simbol kritik terhadap teori Sistem Dunia Wallerstein dan pandangan kapitalisme Lenin yang menurut Bill Warren tidak lengkap (incomplete). Bill Warren dengan neo-marxisme berusaha mengembalikan Marxisme pada pengertian awal tidak semata-mata mengatakan pandangan buruk Marxisme terhadap kapitalis. Warren menyediakan penjelasan disertai oleh data dari Bank Dunia bahwa perkembangan negara-negara periphery Wallerstein tidak bersifat negatif. Jika diperbandingkan dengan kemajuan negara-negara Eropa pada era kolonialisme dan imperialisme, maka negara dunia ketiga lebih banyak kemajuannya.
Pandangan Neo-Marxis tidak hanya berupa kritikan terhadap sistem kapitalisme saja, melainkan menyediakan informasi data statistik menjelaskan hubungan kapitalisme dan dunia ketiga yang semata-mata tidak selalu negatif. Pemikiran neo-marxis diwakili oleh dua orang teoris, yakni Bill Warren dan Justin Rosenberg. Bill Warren mennyediakan penjelasan hubungan kapitalisme dan dunia ketiga, sementara Justin Rosenberg menjelaskan hubungan dunia ketiga dan relasi global sosial. Neomarxisme memberi kritik terhadap perkembangan yang ada dengan menggunakan sudut pandang marxisme, sekaligus menyusun teori yang menyatakan kontribusi mereka terhadap perkembangan global. [8]Salah satu bentuk dari neo-marxisme adalah strukturalisme. Strukturalisme menganggap bahwa dunia kontemporer didasari oleh sistem kapitalisme global yang menciptakan kesenjangan dalam hubungan antar Negar. Terdapat beberapa asumsi dasar dalam strukturalisme, yakni karakteristik hubungan internasional, politik internasional, aktor utama, anggapan tentang negara, pandangan terhadap kapitalisme, serta kapitalisme sebagai krisis periodic. Marxisme dan strukturalisme merupakan perspektif yang diklasifikasikan sebagai ilmu dalam Ekonomi Politik Internasional dalam Hubungan Internasional. Teori marxisme dianggap telah tidak relevan, karena teori tersebut telah menjadi aksiomatik yang sumbernya tidak diingat lagi. 
Kapitalisme merupakan perubahan positif mengakhiri feodalisme di Eropa sekaligus menawarkan tiga hal penting, yakni akses sumber daya alam lebih besar, akses edukasi dan kesehatan lebih baik daripada Eropa di abad pertengahan. Secara keseluruhan, meskipun kapitalisme berdampak buruk secara ekonomi, tetapi Warren menyangkal kapitalisme mengakibatkan kemunduran secara signifikan.[9]

E.     Dependency, Independency dan Interdependency Theory
Teori Dependency adalah tubuh ilmu sosial teori didasarkan pada gagasan bahwa sumber daya mengalir dari "pinggiran" negara miskin dan terbelakang ke "inti" dari negara-negara kaya, memperkaya yang terakhir dengan mengorbankan mantan. Ini adalah pertentangan utama teori ketergantungan yang menyatakan miskin yang miskin dan kaya diperkaya dengan cara negara-negara miskin terintegrasi ke dalam sistem dunia.
Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori modernisasi, lebih awal teori pembangunan yang menyatakan bahwa semua masyarakat maju melalui tahap-tahap pembangunan, daerah tertinggal yang saat ini justru berada dalam situasi yang mirip dengan area yang dikembangkan saat ini pada beberapa waktu di masa lalu, dan oleh karena itu tugas dalam membantu daerah tertinggal keluar dari kemiskinan adalah untuk mempercepat mereka di sepanjang jalur umum ini seharusnya pembangunan, dengan berbagai cara seperti investasi, transfer teknologi, dan lebih dekat integrasi ke pasar dunia. Teori ketergantungan menolak pandangan ini, dengan alasan bahwa negara-negara terbelakang tidak hanya versi primitif negara maju, tetapi memiliki fitur yang unik dan struktur mereka sendiri, dan yang penting, berada dalam situasi yang menjadi anggota yang lebih lemah dalam ekonomi pasar dunia.
Teori independency dapat berarti bebas, merdeka, atau berdiri sendiri. Independen merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi yang kegiatannya tidak terpengaruh/ter-intervensi oleh pihak manapun yang tetap memengang amanat konstitusi dan semangat pancasila. Independen mempunyai perertanggungjawaban dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.
Teori Interdependensi merupakan bagian dari skala yang lebih besar dari teori pertukaran sosial. Teori pertukaran sosial melihat bagaimana orang-orang bertukar biaya dalam suatu hubungan. Teori Interdependensi mengambil langkah lain lebih lanjut dan menunjukkan bagaimana penghargaan ini dan biaya berkolaborasi dengan harapan masyarakat 'hubungan interpersonal. Teori ini berasal dari ide bahwa kedekatan adalah kunci untuk semua hubungan, orang berkomunikasi menjadi lebih dekat satu sama lain. Teori ini menyatakan bahwa ada imbalan dan biaya untuk hubungan apapun dan bahwa orang mencoba untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan biaya.[10]









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Menurut pemikiran Marx, basis analisis marxisme adalah materialisme dialektika historis atau dengan kata lain berdasarkan kenyataan material yang berkembang melalui proses historis. Karena itu marxisme melihat bahwa perdamaian akan ada ketika Negara lenyap. Tahapan ini oleh marxisme disebut sebagai tahapan masyarakat komunis.
Teori Negara Marxis merupakan alat dari sebuah kelas yang berkuasa. Negara bukanlah lembaga diatas masyarakat yang mengatur masyarakat dengan adil,tapi sebagai alat dalam tangan kelas-kelas atas untuk menjalankan kekuasaan mereka.
Adanya unsur pandangan yang baru yaitu Neo-Marxis tidak hanya berupa kritikan terhadap sistem kapitalisme saja, melainkan menyediakan informasi data statistik menjelaskan hubungan kapitalisme dan dunia ketiga yang semata-mata tidak selalu negatif.

B.     Saran

Kami rasa dalam penulisan dan penyusunan makalah Teori Negara Marxis ini jauh dari kata sempurna. Namun, setelah penulis mengambil simpulan diatas maka penulis dapat  menyampaikan kepada semua pembaca khususnya mahasiswa Ilmu Politik, dapat mengetahui jika dalam tentang Teori Negara Marxis. Semoga pembaca dapat mengambil hikmah dari penulisan makalah ini. Harapan penulis makalah sederhana ini dapat membawa manfaat dan barokah kepada pembaca.




DAFTAR PUSTAKA

Ebyhara, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Politik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,  2010).
G. V. Plekhanov, Masalah-Masalah Dasar Marxisme (Yogyakarta: Hasta Mitra, 2012).
Harsa Permata, “Filsafat dan Konsep Negara Marxisme” . Jurnal Filsafat. Vol. 21 No. 3 Des 2011.
http://duniaduniasemu.blogspot.co.id/2014/12/konsep-negara-marxis.html diakses Kamis, 5 April 2018.
http://mohammad-rizal-ilham-surur-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-136084-SOH201 diakses Kamis, 5 April 2018.
https://pedagos.wordpress.com/2013/03/03/marxisme-dan-neo-marxisme-2/ diakses Kamis, 5 April 2018.
Ir. Soekarno, Nasionalisme Islamisme Marxisme (Bandung: Sega Arsy, 2015).
Michael Newman, Sosialisme Abad 21 (Yogyakarta: Resist book).
Ramly, Andi Muawiyah. Peta Pemikiran Karl Marx, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2000).









[1] Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,2000) hlm. 2.
[2] Abu Bakar Ebyhara, Pengantar Ilmu Politik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) hlm. 373.
[3] Harsa Permata, “Filsafat dan Konsep Negara Marxisme” . Jurnal Filsafat. Vol. 21 No. 3 Des 2011, 202-206.
[4] G. V. Plekhanov, Masalah-Masalah Dasar Marxisme (Yogyakarta: Hasta Mitra, 2012) hlm. 1.
[5] Ir. Soekarno, Nasionalisme Islamisme Marxisme (Bandung: Sega Arsy, 2015) hlm. 34.
[6] Michael Newman, Sosialisme Abad 21 (Yogyakarta: Resist book) hlm. 44-45.
[7] Harsa Permata, “Filsafat dan Konsep Negara Marxisme” . Jurnal Filsafat. Vol. 21 No. 3 Des 2011, 208-212.

[8] https://pedagos.wordpress.com/2013/03/03/marxisme-dan-neo-marxisme-2/ diakses Kamis, 5 April 2018.
[9] http://mohammad-rizal-ilham-surur-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-136084-SOH201 diakses Kamis, 5 April 2018.
[10] http://duniaduniasemu.blogspot.co.id/2014/12/konsep-negara-marxis.html diakses Kamis, 5 April 2018.


1 comment: