Wednesday, July 4, 2018

PERKEMBANGAN EYD DAN KAIDAH EYD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
            Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan telah mengalami begitu banyak perubahan dari masa ke masa. Bahasa Indonesia pernah menggungkap berbagai sistem ejaan yang diantaranya, Ejaan Van Opuijsen (1901), Ejaan Soewandi (1947), Ejaan Pembaharuan (1957), Ejaan Melindo (1972), Ejaan LBK (1966), dan Ejaan Yang Disempurnakan (1972).
            Ejaan Adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambangan bunyi bahasa, pemisahan, penggabungan, dan penulisannya dalam suatu bahasa. Bataran tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan hurud, suku kata, atau kata, sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarannya.
            Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan dalam bentuk akan berimplikasi pada ketetapan dan kejelasan makna

1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud EYD?
2. Bagaimana perkembangan EYD dari masa ke masa?
3. Apa saja kaidah-kaidah yang terdapat dalam EYD?

1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan EYD.
2. Untuk mengetahui perkembangan EYD dari masa ke masa.
3. Untuk mengetahui kaidah-kaidah apa saja yang terdapat dalam EYD.

1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Sebagai bentuk perampungan mata kuliah Bahasa Indonesia, dalam pemenuhan syarat penilaian.
2. Menambah pemahaman tentang tata cara penyususnan makalah yang baik dan benar.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 EJAYAAN YANG DISEMPURNAKAN
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia, Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.  Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggambungannya dalam suatu bahasa).
Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan ialah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca (Arifin, 2008: 164).
Ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana ucapan atau apa yang dilisankan oleh seseorang ditulis dengan perantara lambang-lambang atau gambar gambar bunyi. Menurut Suyanto (2011: 90).
Ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana ucapan atau apa yang di-lisankan oleh seseorang ditulis dengan perantara lambang lambang atau gambar-gambar bunyi. Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam melambangkan bunyi-bunyi ujaran, menempatkan tanda-tanda baca, memotong suku kata, dan menghubungkan kata-kata (Suryaman dalam Rahayu, 1997: 15).
Ejaan yang Disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak 1972 sampai saat ini ialah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau dikenal dengan singkatan EYD. 8 EYD di-resmikan pemakaiannya sejak Agustus tahun 1972 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 57 Tahun 1972. Dilihat dari usianya, implementasi EYD dalam penulisan sudah cukup lama karena lebih dari tiga dasawarsa. Namun, kenyataanya menunjukkan bahwa sampai saat ini masih sering dijumpai tulisan yang tidak taat asas atau menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan.
.
2.2 PERKEMBANGAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah memiliki aksara sejak beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini, bukan saja aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis, aksara Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak. Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti aksara Kaganga dan aksara Rencong (incung).

1.      Ejaan Van Ophuysen (1901-1947)

Ejaan ini merupakan pengembangan ejaan bahasa Melayu dengan menggunakan huruf latin yang dilakukan oleh Prof. Charles van Ophuijsen ahli bahasa berkebangsaan Belanda dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Ejaan ini  menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Ciri-ciri Ejaan Van Ophuysen:
  • Huruf “I” untuk membedakan antara huruf I sebagai akhiran dan karenanya harus dengan diftong seperti mulai dengan ramai, juga digunakan untuk huruf “y” soerabaia.
  • Huruf “j” untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang dan sebagainya. Huruf “oe” untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,oemoer, dan sebagainya.
  • Tanda diakritik seperti koma, ain dan tanda , untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dan sebagainya.
Ajaran Ophuysen tidak dipakai lagi karena beberapa pertimbangan :

1.      Adanya gugus konsonam dalam bahasa indonesia tidak menimbulkan kesulitan apapun dalam lafal bagi pemakai bahasa Indonesia.
2.      Kita menghendaki agar eajaan kata pungut dalam bahasa Indonesia sedapat-dapatnya dekat dengan ejaan asli kata asalnya.
3.      Dalam pemungutan kata asing kita sukar menghindari adanya gugus tugas konsonam.



Contoh :
Kata instruktur (bahasa Belanda instructur) jika di Indonesiakan sesuai dengan ketetapan Ophuysen akan menjadi in-se-te-ruk-tur.

Berdasarkan tiga hal tersebut maka ajaran Ophuysen dikesampingkan. Selain itu kelemahan ejaan ini banyaknya tanda-tanda diakritik.

2.      Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) 1947-1972

Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan Jepang, pemerintah sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak mampu mengikuti perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi, pada tanggal 19 Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan itu disebut juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :
Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut:
-       goeroe menjadi guru
-         itoe menjadi itu
-       oemoer menjdi umur
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut:
-       tida’ menjadi tidak
-       Pa’ menjadi Pak
-       ma’lum menjadi maklum
-       ra’yat menjadi rakyat
Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata berikut:
-       beramai-ramai menjadi be-ramai2
-        anak-anak menjadi anak2
-        berlari-larian menjadi ber-lari-2an
-        berjalan-jalan menjadi ber-jalan2

Awalan di dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti berikut:
-       diluar (katadepan), dikebun (katadepan), ditulis (awalan), diantara (kata depan), disimpan (awalan), dipimpin (awalan), dimuka (kata depan), ditimpa (awalan), disini (kata depan).

Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong, seperti kata berikut:
-        Didjoempaϊ menjadi didjumpai
-        Dihargaϊ menjadi dihargai
-        Moelaϊ menjadi mulai

Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara tulis:
-       Menjtjuri menjdi mentjuri
-       Menjdjual menjadi mendjual

3. Ejaan Pembaharuan 1957
Ejaan pembaharuan direncanakan untuk memperbarui Ejaan Republik. Penyusunan itu dilakukan oleh Panitian Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia pada tahun 1957 oleh Profesor Prijino dan E. Katoppo. Namun, hasil kerja panitia itu tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itupun belum pernah diberlakukan.

4. Ejaan yang tidak diresmikan Melayu Indonesia (Melindo) 1959

Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan yang terdapat pada Ejaan Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan karena ada satu bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch. Para pakar bahasa menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan tersebut dibawa ke dalam pertemuan dua Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia.  Dari pertemuan itu, pada akhir tahun 1959 Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu (Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail, masing-masing berperanan sebagi ketua perutusan) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).

Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa dilambangkan dengan satu huruf. Salah satu lambang itu adalah huruf j sebagai pengganti dj, huruf c sebagai pengganti huruf tj. Sebagai contoh :
  sejajar sebagai pengganti sedjadjar
  mencuci sebagai pengganti mentjutji
  meηaηa  sebagai pengganti dari menganga
  berήaήi sebagai pengganti berjanji

Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa kesukaran teknis untuk menuliskan  beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua negara antara Indonesia-Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan ejaan tersebut. Perencanaan pertama yang dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu penyamaan lambang ujaran antara kedua negara, tidak dapat diwujudkan. Perencanaan kedua, yaitu pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu lambang, juga tidak dapat dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam Ejaan bahasa Indonensia yang disempurnakan yang berlaku saat ini.


5.            Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan atau biasa disebut EYD, diberlakukan sejak penggunaannya diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 16 Augustus 1972. Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ditetapkan oleh Mendikbud pada tanggal 31 Agustus 1975 dan dinyatakan dengan resmi berlaku diseluruh Indonesia dan disempurnakan lagi pada tahun 1987.

Dikatakan ejaan yang disempurnakan karena ejaan tersebut merupakan penyempurnaan dari beberapa ejaan sebelumnya. Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam  EYD, antara lain:
1)      Pembentukan Huruf
Ejaan Lana
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Dj
Djarum
J
Jarum
Tj
Tjut
C
Cut
Nj
Njawa
Ny
Nyawa
Huruf f, r, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing, misalnya khilaf, zakat.

2)      Huruf g dan x lazim digunakan dalam ilmu pengetahuan tetap, misalnya furgan dan xenon.

3)      Penulisan di - sebagai awalan dibedakan dengan di sebagai kata depan.
     Contoh :
                   Awalan                                                         kata Depan
                      di-                                                                    di
                 dikhianati                                                         di kampus 

5) Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya, bukan dengan angka dua/2 .
Contoh :
            - Mahasiswa-mahasiswa                                     Mahasiswa2
            - Bermain-main                                                   Bermain2 
Secara umum hal-hal yang diatur dalam EYD adalah sebagai berikut :

1.            Pemakaian huruf
2.            Pemakaian huruf kapital dan huruf miring
3.            Penulisan kata
4.            Penulisan unsur serapan
5.            Pemakaian tanda baca



2.3 KAIDAH-KAIDAH DALAM EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
EYD mulai resmi dipergunakan sejak tanggal 17 Agustus 1972, berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 52, tahun 1972. Berikut ini adalah beberapa aturan yang terdapatdalam EYD


1.      Penggunaan Huruf Besar (Kapital)
a.       Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
Contoh: Kita harus segera berangkat.

b.      Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh: Kakak bertanya, “Kapan kita berangkat?”

c.       Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, nama Tuhan, termasuk kata ganti-Nya.
Contoh: Allah; Yang Maha Pemurah; Quran; Al-Kitab

d.      Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh: Haji Samanhudi; Nabi Adam; Sultan Iskandar Muda; Mahaputra Yamin

e.       Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti dengan nama orang.
Contoh: Menteri Adam Malik; Presiden Sukarno

f.       Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama orang
Contoh: Cut Nyak Dien; Muhammad Hatta.

g.      Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Contoh: bangsa Indonesia; suku Batak; bahasa Korea.

h.      Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh: tahun Hijrah; bulan September; hari Proklamasi; Proklamasi Kemerdekaan

i.        Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Contoh: Eropa Barat; Danau Toba; Jalan Slamet Riyadi; Bandung.

j.        Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Contoh: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia; Departemen Dalam Negeri.

k.      Huruf besar digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata partikel seperti: ‘di, ke, dari, untuk dan yang’ yang tidak pada posisi awal.
Contoh: Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma; Pelajaran Geografi untuk Sekolah Menengah Pertama.

l.        Huruf besar digunakan dalam singkatan nama gelar dan sapaan.
Contoh: Dr. (Doktor); Ir. (Insinyur); Prof. (Profesor); Tn. (Tuan).


2.      Penulisan Kata Turunan
a.       Awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Contoh: bertepuk tangan; sebar luaskan (karena salah satu kata dari gabungan kata tersebut masih berupa ‘kata dasar’ maka masing-masing kata dipisahkan dengan spasi, seperti pada kata ‘tangan’ dan ‘sebar’ yang masih merupakan kata dasar (tidak mendapat imbuhan)).

b.      .Jika bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, maka kata-kata itu ditulis serangkai (tanpa dipisahkan dengan spasi).
Contoh: memberitahukan; melipatgandakan; mempertanggungjawabkan (dua kata yang digabungkan diapit oleh awalan dan akhiran sekaligus, sehingga penulisannya langsung tanpa spasi).

c.       Jika salah satu unsur gabungan kata hanya digunkanan dalam kombinasi, maka gabungan kata tersebut ditulis serangkai (tidak dipisahkan dengan spasi).
Contoh: antarkota; antikomunis, dasawarsa; amoral; swadaya; prasangka; mahasiswa


3.      Penulisan Kata Ulang
a.       Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung (-).
Contoh: anak-anak; dibesar-besarkan; bermain-main; ramah-tamah; 


4.      Penulisan Gabungan Kata
a.       Gabungan kata yang merupakan kata majemuk termasuk juga istilah khusus, bagian-bagiannya umumnya ditulis secara terpisah (dipisah menggunakan spasi).
Contoh: kambing hitam; orang tua; rumah sakit umum; duta besar
b.      Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai (tanpa spasi).
Contoh: bilamana; apabila; bumiputera; peribahasa; syahbandar; hulubalang.


5.      Penulisan Kata Depan
a.       Kata depan ‘di, ke, dan dari’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Contoh: Kakak pergi ke luar negeri. ; Ibu datang dari Bandung besok. ; Ke mana saja kamu selama ini? ; Baju adik ada di dalam lemari.
(cara sederhana untuk mengingatnya adalah ‘kata depan’ merujuk pada ‘suatu tempat’ bisa berupa nama tempat, kata ganti tempat, atau menunjuk ke arah tempat tertentu. Jadi, jika kata di, ke, dan dari dimaksudkan untuk menunjuk tempat, maka penulisannya dipisahkan dengan ‘spasi).


6.      Penulisan Partikel
a.       Partikel lah, kah dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya (digabungkan tanpa spasi).
Contoh: Apakah yang tersirat dalam buku itu? ; Siapatah gerangan dirinya? ;Bacalah rambu-rambu lalu lintas dengan seksama!

b.      Partikel pun ditulis secara terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Apa pun yang hasilnya harus diterima dengan besar hati. ; Jika Ibu Pergi;adik pun ikut pergi.

c.       Partikel per yang berarti ‘mulai, demi dan tiap’ ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.
Contoh: Harga jeruk ini Rp 10.000,00 per kg. ; Tamu undangan masuk satu per satu. Buruh pabrik itu mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.


7.      Penulisan Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
a.       Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau mendahuluinya.
Contoh: Apa yang kumiliki boleh kauambil; Bukuku, bukumu, dan bukunya masih belum dikembalikan.


8.      Penulisan Angka dan Lambang Bilangan
a.       Angka digunakan untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan, lazim digunakan angka Arab dan angka Romawi.
-       Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, …
-       Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X (10), L (50), C (100), D (500), M (1 000), V (5 000), M (1 000 000)
Contoh: 5 kilogram beras; Rp 2.000,00; abad XX; 15 persen; ½ setengah; bab X pasal 6, halaman 77.




BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

            Perkembangan ejaan di Indonesia telah terjadi sejak jaman kolonial Belanda sampai era awal kemerdekaan dan sekarang. Tiga ejaan resmi yang telah digunakan Indonesia adalah Ejaan Van Ophuysen (1901-1947), Ejaan Republik 1947-1972, Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan – EYD (1972 – Sekarang). Ejaan tersebut berubah seiring dengan kemajuan zaman dan juga perkembangan kebahasaan internasional.

            Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1972 berdasarkan putusan presiden No. 57 tahun 1972 oleh presiden Republik Indonesia Suharto, untuk menggantikan ejaan Republik (ejaan Suwandi) dan digunakan hingga saat ini. Kaidah-kaidah yang terdapat dalam EYD antara lain membahas mengenai :

-       Penggunaan Huruf Besar (Kapital)
-       Penulisan Kata Turunan
-       Penulisan Kata Ulang
-       Penulisan Gabungan Kata
-       Penulisan Kata Depan
-       Penulisan Partikel
-       Penulisan Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
-       Penulisan Angka dan Lambang Bilangan

3.2 SARAN
            Kita sebagai generasi muda, sangat diwajibkan untung mengetahui pentingnya penggunaan kebahasaan yang baik dan benar, serta paham betul tentang kaidah-kaidah yang diberlakukan guna membantu segala macam permsalahan yang terjadi di lingkungan sosial terkait penulisan kebahasaan yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.porosilmu.com/2014/12/kaidah-dalam-ejaan-yang-disempurnakan.html

No comments:

Post a Comment