BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan telah mengalami begitu banyak perubahan dari
masa ke masa. Bahasa Indonesia pernah menggungkap
berbagai sistem ejaan yang diantaranya, Ejaan Van Opuijsen (1901), Ejaan
Soewandi (1947), Ejaan Pembaharuan (1957), Ejaan Melindo (1972), Ejaan LBK
(1966), dan Ejaan Yang Disempurnakan (1972).
Ejaan Adalah seperangkat aturan atau kaidah pelambangan
bunyi bahasa, pemisahan, penggabungan, dan penulisannya dalam suatu bahasa.
Bataran tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan mengeja.
Mengeja adalah kegiatan melafalkan hurud, suku kata, atau kata, sedangkan ejaan
adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan.
Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa menggunakan huruf, kata, dan
tanda baca sebagai sarannya.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai
bahasa demi keteraturan dan keseragaman hidup, terutama dalam bahasa tulis.
Keteraturan dalam bentuk akan berimplikasi pada ketetapan dan kejelasan makna
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud EYD?
2. Bagaimana perkembangan EYD dari masa
ke masa?
3. Apa saja kaidah-kaidah yang terdapat
dalam EYD?
1.3
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan EYD.
2. Untuk mengetahui perkembangan EYD
dari masa ke masa.
3. Untuk mengetahui kaidah-kaidah apa
saja yang terdapat dalam EYD.
1.4
MANFAAT PENULISAN
1. Sebagai bentuk perampungan mata
kuliah Bahasa Indonesia, dalam pemenuhan syarat penilaian.
2. Menambah pemahaman tentang tata cara
penyususnan makalah yang baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
EJAYAAN YANG DISEMPURNAKAN
Menurut Kamus Besar Bahas
Indonesia, Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Ejaan adalah
keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana
antarhubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggambungannya dalam
suatu bahasa).
Secara teknis, yang
dimaksud dengan ejaan ialah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian
tanda baca (Arifin, 2008: 164).
Ejaan adalah sebuah
ilmu yang mempelajari bagaimana ucapan atau apa yang dilisankan oleh seseorang
ditulis dengan perantara lambang-lambang atau gambar gambar bunyi. Menurut
Suyanto (2011: 90).
Ejaan adalah sebuah
ilmu yang mempelajari bagaimana ucapan atau apa yang di-lisankan oleh seseorang
ditulis dengan perantara lambang
lambang
atau gambar-gambar bunyi. Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam melambangkan
bunyi-bunyi ujaran, menempatkan tanda-tanda baca, memotong suku kata, dan
menghubungkan kata-kata (Suryaman dalam Rahayu, 1997: 15).
Ejaan yang
Disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan
ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan
bahasa Indonesia yang berlaku sejak 1972 sampai saat ini ialah Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan atau dikenal dengan singkatan EYD. 8 EYD
di-resmikan pemakaiannya sejak Agustus tahun 1972 berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 57 Tahun 1972. Dilihat dari usianya,
implementasi EYD dalam penulisan sudah cukup lama karena lebih dari tiga
dasawarsa. Namun, kenyataanya menunjukkan bahwa sampai saat ini masih sering
dijumpai tulisan yang tidak taat asas atau menyimpang dari ketentuan yang telah
ditetapkan.
.
2.2
PERKEMBANGAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah
memiliki aksara sejak beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di
Nusantara ini, bukan saja aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga
mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis, aksara Bali, aksara Lampung,
aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak. Aksara itu masing-masing memiliki
nama, seperti aksara Kaganga dan aksara Rencong (incung).
1. Ejaan Van Ophuysen (1901-1947)
Ejaan ini merupakan pengembangan ejaan bahasa Melayu dengan
menggunakan huruf latin yang dilakukan oleh Prof. Charles van Ophuijsen
ahli bahasa berkebangsaan Belanda dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur
dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Ejaan ini menjadi panduan bagi pemakai
bahasa Melayu di Indonesia.
Ciri-ciri Ejaan
Van Ophuysen:
- Huruf
“I” untuk membedakan antara huruf I sebagai akhiran dan karenanya harus dengan
diftong seperti mulai dengan ramai, juga digunakan untuk huruf “y”
soerabaia.
- Huruf
“j” untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang dan sebagainya. Huruf
“oe” untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,oemoer, dan sebagainya.
- Tanda
diakritik seperti koma, ain dan tanda , untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dan sebagainya.
Ajaran Ophuysen tidak dipakai lagi karena beberapa pertimbangan :
1. Adanya
gugus konsonam dalam bahasa indonesia tidak menimbulkan kesulitan apapun dalam
lafal bagi pemakai bahasa Indonesia.
2. Kita
menghendaki agar eajaan kata pungut dalam bahasa Indonesia sedapat-dapatnya
dekat dengan ejaan asli kata asalnya.
3. Dalam
pemungutan kata asing kita sukar menghindari adanya gugus tugas konsonam.
Contoh :
Kata instruktur (bahasa
Belanda instructur) jika di Indonesiakan sesuai dengan ketetapan Ophuysen akan
menjadi in-se-te-ruk-tur.
Berdasarkan tiga hal
tersebut maka ajaran Ophuysen dikesampingkan. Selain itu kelemahan ejaan ini
banyaknya tanda-tanda diakritik.
2. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) 1947-1972
Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa
pendudukan Jepang, pemerintah sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang
sangat tidak mampu mengikuti perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu,
Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan
untuk menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun 1947
muncullah sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi, pada tanggal 19 Maret 1947
yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan itu disebut juga sebagai
Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik
itu adalah sebagai berikut :
Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut:
- goeroe menjadi guru
- itoe menjadi itu
- oemoer menjdi umur
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam
kata berikut:
- tida’ menjadi tidak
- Pa’ menjadi Pak
- ma’lum menjadi maklum
- ra’yat menjadi rakyat
Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata
berikut:
- beramai-ramai menjadi be-ramai2
- anak-anak menjadi anak2
- berlari-larian menjadi ber-lari-2an
- berjalan-jalan menjadi ber-jalan2
Awalan di dan kata depan di kedua-duanya
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti berikut:
- diluar (katadepan), dikebun (katadepan), ditulis (awalan),
diantara (kata depan), disimpan (awalan), dipimpin (awalan),
dimuka (kata depan), ditimpa (awalan), disini (kata
depan).
Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar
suku kata diftong, seperti kata berikut:
- Didjoempaϊ menjadi didjumpai
- Dihargaϊ menjadi dihargai
- Moelaϊ menjadi mulai
Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk
mengindahkan cara tulis:
- Menjtjuri menjdi mentjuri
- Menjdjual menjadi mendjual
3. Ejaan Pembaharuan
1957
Ejaan pembaharuan direncanakan untuk
memperbarui Ejaan Republik. Penyusunan itu dilakukan oleh Panitian Pembaharuan
Ejaan Bahasa Indonesia pada tahun 1957 oleh Profesor Prijino dan E. Katoppo. Namun,
hasil kerja panitia itu tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan
itupun belum pernah diberlakukan.
4. Ejaan yang tidak diresmikan Melayu Indonesia (Melindo) 1959
Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula merasakan
kelemahan yang terdapat pada Ejaan Republik itu. Ada kata-kata yang sangat
mengganggu penulisan karena ada satu bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua
huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch. Para pakar bahasa menginginkan satu
lamabang untuk satu bunyi. Gagasan tersebut dibawa ke dalam pertemuan dua
Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia. Dari pertemuan itu, pada akhir
tahun 1959 Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu (Slametmulyana dan Syeh Nasir
bin Ismail, masing-masing berperanan sebagi ketua perutusan) menghasilkan konsep
ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia).
Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa
dilambangkan dengan satu huruf. Salah satu lambang itu adalah huruf j sebagai
pengganti dj, huruf c sebagai pengganti huruf tj. Sebagai contoh :
sejajar sebagai
pengganti sedjadjar
mencuci sebagai
pengganti mentjutji
meηaηa sebagai
pengganti dari menganga
berήaήi sebagai
pengganti berjanji
Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa
kesukaran teknis untuk menuliskan beberapa huruf, politik yang terjadi
pada kedua negara antara Indonesia-Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan
ejaan tersebut. Perencanaan pertama yang dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu
penyamaan lambang ujaran antara kedua negara, tidak dapat diwujudkan.
Perencanaan kedua, yaitu pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu lambang,
juga tidak dapat dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam
Ejaan bahasa Indonensia yang disempurnakan yang berlaku saat ini.
5. Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan atau biasa disebut EYD,
diberlakukan sejak penggunaannya diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 16
Augustus 1972. Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
ditetapkan oleh Mendikbud pada tanggal 31 Agustus 1975 dan dinyatakan dengan
resmi berlaku diseluruh Indonesia dan disempurnakan lagi pada tahun 1987.
Dikatakan ejaan yang
disempurnakan karena ejaan tersebut merupakan penyempurnaan dari beberapa ejaan
sebelumnya. Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara
lain:
1)
Pembentukan Huruf
|
Ejaan Lana
|
Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD)
|
||
|
Dj
|
Djarum
|
J
|
Jarum
|
|
Tj
|
Tjut
|
C
|
Cut
|
|
Nj
|
Njawa
|
Ny
|
Nyawa
|
Huruf f, r, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing,
misalnya khilaf, zakat.
2)
Huruf g dan x lazim
digunakan dalam ilmu pengetahuan tetap, misalnya furgan dan xenon.
3)
Penulisan di - sebagai
awalan dibedakan dengan di sebagai kata depan.
Contoh :
Awalan
kata
Depan
di-
di
dikhianati
di kampus
5) Kata ulang ditulis
penuh dengan mengulang unsur-unsurnya, bukan dengan angka dua/2 .
Contoh :
- Mahasiswa-mahasiswa
Mahasiswa2
- Bermain-main
Bermain2
Secara umum hal-hal yang diatur dalam EYD adalah sebagai berikut :
1.
Pemakaian huruf
2.
Pemakaian huruf kapital
dan huruf miring
3.
Penulisan kata
4.
Penulisan unsur serapan
5.
Pemakaian tanda baca
2.3
KAIDAH-KAIDAH DALAM EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
EYD mulai resmi dipergunakan sejak tanggal 17 Agustus 1972,
berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 52, tahun 1972. Berikut ini adalah
beberapa aturan yang terdapatdalam EYD
1. Penggunaan
Huruf Besar (Kapital)
a.
Huruf besar digunakan sebagai huruf
pertama pada awal kalimat.
Contoh: Kita harus segera berangkat.
b.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama petikan langsung.
Contoh: Kakak bertanya, “Kapan
kita berangkat?”
c.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, nama
Tuhan, termasuk kata ganti-Nya.
Contoh: Allah; Yang Maha
Pemurah; Quran; Al-Kitab
d.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama
orang.
Contoh: Haji Samanhudi; Nabi Adam;
Sultan Iskandar Muda; Mahaputra Yamin
e.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti dengan nama orang.
Contoh: Menteri Adam Malik;
Presiden Sukarno
f.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama nama orang
Contoh: Cut Nyak Dien; Muhammad
Hatta.
g.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Contoh: bangsa Indonesia; suku
Batak; bahasa Korea.
h.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh: tahun Hijrah; bulan
September; hari Proklamasi; Proklamasi Kemerdekaan
i.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama nama khas dalam geografi.
Contoh: Eropa Barat; Danau
Toba; Jalan Slamet Riyadi; Bandung.
j.
Huruf besar digunakan sebagai
huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta
nama dokumen resmi.
Contoh:
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia; Departemen Dalam Negeri.
k. Huruf
besar digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah,
surat kabar dan judul karangan, kecuali kata partikel seperti: ‘di, ke,
dari, untuk dan yang’ yang tidak pada posisi awal.
Contoh:
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma; Pelajaran Geografi untuk Sekolah Menengah
Pertama.
l.
Huruf besar digunakan dalam
singkatan nama gelar dan sapaan.
Contoh:
Dr. (Doktor); Ir. (Insinyur); Prof. (Profesor); Tn. (Tuan).
2. Penulisan
Kata Turunan
a.
Awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk
dasarnya berupa gabungan kata.
Contoh: bertepuk tangan; sebar luaskan (karena salah satu kata
dari gabungan kata tersebut masih berupa ‘kata dasar’ maka masing-masing kata
dipisahkan dengan spasi, seperti pada kata ‘tangan’ dan ‘sebar’ yang masih
merupakan kata dasar (tidak mendapat imbuhan)).
b.
.Jika bentuk dasar berupa
gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, maka kata-kata itu
ditulis serangkai (tanpa dipisahkan dengan spasi).
Contoh: memberitahukan; melipatgandakan; mempertanggungjawabkan
(dua kata yang digabungkan diapit oleh awalan dan akhiran sekaligus, sehingga
penulisannya langsung tanpa spasi).
c.
Jika salah satu unsur gabungan
kata hanya digunkanan dalam kombinasi, maka gabungan kata tersebut ditulis
serangkai (tidak dipisahkan dengan spasi).
Contoh: antarkota; antikomunis,
dasawarsa; amoral; swadaya; prasangka; mahasiswa
3. Penulisan
Kata Ulang
a.
Bentuk ulang ditulis secara
lengkap dengan menggunakan tanda hubung (-).
Contoh: anak-anak;
dibesar-besarkan; bermain-main; ramah-tamah;
4. Penulisan
Gabungan Kata
a.
Gabungan kata yang merupakan
kata majemuk termasuk juga istilah khusus, bagian-bagiannya umumnya ditulis
secara terpisah (dipisah menggunakan spasi).
Contoh: kambing hitam; orang
tua; rumah sakit umum; duta besar
b.
Gabungan kata yang sudah
dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai (tanpa spasi).
Contoh: bilamana; apabila;
bumiputera; peribahasa; syahbandar; hulubalang.
5. Penulisan
Kata Depan
a.
Kata depan ‘di, ke, dan dari’
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata
yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Contoh: Kakak pergi ke luar negeri. ; Ibu
datang dari Bandung besok. ; Ke mana saja
kamu selama ini? ; Baju adik ada di dalam lemari.
(cara
sederhana untuk mengingatnya adalah ‘kata
depan’ merujuk pada ‘suatu tempat’
bisa berupa nama tempat, kata ganti tempat, atau menunjuk ke arah tempat
tertentu. Jadi, jika kata di, ke,
dan dari dimaksudkan untuk menunjuk
tempat, maka penulisannya dipisahkan dengan ‘spasi).
6. Penulisan
Partikel
a.
Partikel lah, kah dan tah ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya (digabungkan tanpa spasi).
Contoh: Apakah yang
tersirat dalam buku itu? ; Siapatah gerangan dirinya? ;Bacalah rambu-rambu
lalu lintas dengan seksama!
b.
Partikel pun ditulis
secara terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh: Apa pun yang
hasilnya harus diterima dengan besar hati. ; Jika Ibu Pergi;adik pun ikut
pergi.
c.
Partikel per yang
berarti ‘mulai, demi dan tiap’ ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang
mendampinginya.
Contoh: Harga jeruk ini Rp
10.000,00 per kg. ; Tamu undangan masuk satu per satu. Buruh pabrik itu
mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
7. Penulisan Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
a.
Kata ganti ku, kau,
mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya atau mendahuluinya.
Contoh: Apa yang kumiliki
boleh kauambil; Bukuku, bukumu, dan bukunya masih belum dikembalikan.
8. Penulisan
Angka dan Lambang Bilangan
a.
Angka digunakan untuk
menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan, lazim digunakan angka
Arab dan angka Romawi.
-
Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 9, …
-
Angka Romawi: I, II, III, IV,
V, VI, VII, VIII, IX, X (10), L (50), C (100), D (500), M (1 000), V (5 000), M
(1 000 000)
Contoh: 5 kilogram beras; Rp
2.000,00; abad XX; 15 persen; ½ setengah; bab X pasal 6, halaman 77.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Perkembangan ejaan di Indonesia telah terjadi sejak jaman kolonial
Belanda sampai era awal kemerdekaan dan sekarang. Tiga ejaan resmi yang telah
digunakan Indonesia adalah Ejaan Van Ophuysen (1901-1947), Ejaan
Republik 1947-1972, Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan – EYD (1972
– Sekarang). Ejaan tersebut berubah seiring dengan kemajuan zaman dan juga
perkembangan kebahasaan internasional.
Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1972 berdasarkan putusan presiden No.
57 tahun 1972 oleh presiden Republik Indonesia Suharto, untuk menggantikan
ejaan Republik (ejaan Suwandi) dan digunakan hingga saat ini. Kaidah-kaidah
yang terdapat dalam EYD antara lain membahas mengenai :
- Penggunaan Huruf Besar (Kapital)
- Penulisan Kata Turunan
- Penulisan Kata Ulang
- Penulisan Gabungan Kata
- Penulisan Kata Depan
- Penulisan Partikel
- Penulisan
Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
- Penulisan Angka dan Lambang Bilangan
3.2
SARAN
Kita
sebagai generasi muda, sangat diwajibkan untung mengetahui pentingnya penggunaan
kebahasaan yang baik dan benar, serta paham betul tentang kaidah-kaidah yang
diberlakukan guna membantu segala macam permsalahan yang terjadi di lingkungan
sosial terkait penulisan kebahasaan yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment